Senin, 14 November 2011

perilaku buruk anggota DPR

                                                              apakah ini yang disebut dengan wakil rakyat?


Prof. DR. Asep Warlan Yusuf, MH., seorang Pakar Hukum dari Universitas Parahiyangan menyampaikan temuannya perihal perilaku penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota DPRD di Indonesia. Berikut hasil penelitian dari 71 daerah di Indonesia yang dirangkum menjadi 22 perilaku negatif anggota Dewan di Indonesia:
1. Rendahnya rasa tanggung jawab dalam mengelola dana publik (cost awarness), sehingga dana yang ada dalam APBD dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan anggota Dewan atau eksekutif itu sendiri.
2. Membentuk undang-undang/ perda tanpa dibuat Naskah Akademik terlebih dahulu, sehingga undang-undang/ perda dibuat tanpa ada kejelasan landasan filosofis, sosiologis dan yuridisnya yang memadai.

3. Membentuk perda inisiatif yang tidak tercantum dalam Prolegnas/Prolegda. Undang-undang/perda dipaksakan masuk dalam pembahasan karena kepentingan tertentu. Adanya hidden agenda dengan memanfaatkan perda inisiatif yang dibuat dengan tujuan semata-mata dalam rangka menguntungkan partainya, golongan atau pihak tertentu saja bukan untuk kepentingan rakyat.
4. UU/perda dibuat tetapi daya waktu berlakunya amat singkat, karenanya memerlukan revisi/perubahan segera. Hal ini terjadi karena dibuat dengan tidak mempertimbangkan antisipasi perkembangan jangka jauh. Tentunya ini merupakan pemborosan biaya, tenaga, dan waktu.
5. Dengan dalih untuk memperkaya materi muatan undang-undang/ perda yang sedang disusun, anggota Dewan melakukan studi banding ke luar negeri, tetapi hasilnya sangat minim dan tidak memadai, karena lebih banyak waktu dan kegiatannya diisi dengan rekreasi. Sehingga materi muatan/substansi undang-undang/ perda tidak mengalami perbaikan dan pengkayaan yang berarti.
6. Perda dibuat hanya untuk kepentingan peningkatan PAD semata, dengan konsekuensi secara ekonomi/finansial memberatkan masyarakat dan/atau dunia usaha.
7. Perda dibuat untuk memberikan dasar pembenar (jastifikasi/ legalisasi) teradap kegiatan yang merusak atau mencemari lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
8. Menerima uang atau barang atau sesuatu janji dari pihak di luar Dewan untuk memuat sesuatu kebijakan sesuai permintaan kepentingan pihak tersebut ke dalam undang-undang/ perda yang sedang dibahas. Undang-undang/ perda dibuat di luar konteks (kerangka) aspirasi masyarakat.
9. Isi undang-undang/ perda tidak sesuai dengan tujuan pembangunan, Undang Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Akibatnya undang-undang tersebut kemudian akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi atau oleh Pemerintah untuk perda. Hal ini dianggap sebagai suatu pemborosan keuangan negara/daerah, sesuatu yang sia-sia. Hal ini terjadi karena UU/perda dibuat dengan penuh vested interest, sembrono dan ketidakcermatan.
10. Adanya oligarki (kelompok/elit tertentu) yang karena jabatannya dapat menentukan kata akhir untuk menerima dan menolak suatu RUU/raperda.
11. UU/Perda dibentuk untuk sekedar memenuhi aspek formal, tidak sesuai dengan kebutuhan negara/masyarakat. Substansinya sangat lemah dan apa adanya, serta prosesnya pun tidak mempertimbangkan masukan stakeholders. UU/perda dibuat dengan melanggar atau tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 10/2004.
12. Melibatkan tenaga ahli tetapi sesungguhnya tidak memiliki kualifikasi intelektual, akademik, dan pengalaman yang memadai. Bahkan “tenaga ahli” ini diambil dari orang-orang partai dan partisannya sendiri yang unqualified dan incompetence. Cara ini dimaksudkan untuk sekedar pembagian rezeki di antara anggota dewan dan orang-orang parpol dan orang-orang sekitarnya. Pelibatan tenaga ahli hanya sebatas formalitas (sekedar “pinjam mulut”) yang realitanya tidak terlibat. Jadi tujuannya hanya sebatas untuk memperkuat legitimasi.
13. Proses penyusunan undang-undang/ raperda dibuat dengan mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak rasional dan tidak logis, dengan maksud untuk menggagalkannya sehingga tidak jadi terbit UU/perda tsb.
14. Pengawasan dari parlemen telah diterjemahkan sebagai sarana mencari kesalahan dan kelemahan pemerintah/eksekuti f secara mengada-ada atau dibuat-buat.
15. Pengawasan dilakukan cenderung untuk menjatuhkan lawan politik atau pemerintah yang sedang berkuasa.
16. Pengawasan dilakukan untuk mencari imbal jasa, keuntungan pribadi dan golongan (money politics).
17. Paradigma pengawasan politik telah mengakibatkan fungsi pengawasan yang sesungguhnya terabaikan, sehingga hasil pengawasan kurang memberikan manfaat bagi pengelolaan pemerintahan. Pengawasan yang dilakukan, belum memberikan umpan balik (feed back) yang substansial bagi pengelolaan pemerintahan.
18. Pengawasan dilaksanakan selama ini terkesan sporadis dan reaktif, tanpa program, sehingga pengawasan belum mampu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan melakukan koreksi perbaikan.
19. Pengawasan lebih banyak terfokus dan “terjebak” pada aktivitas pemeriksaan yang berupa kunjungan kerja, akibatnya permasalahan masyarakat tak terselesaikan dan sering tak muncul jalan keluar menuju perbaikan yang diharapkan oleh masyarakat.
20. Hak masyarakat untuk mengawasi belum sepenuhnya diberikan atau dijamin oleh negara, sementara DPR/DPRD sebagai wakil rakyat, belum optimal mengkoordinasikan serta menyalurkan hak-hak pengawasan masyarakat. Saluran melalui para wakilnya tidak mampu masuk dan menembus gedung parlemen. Sementara keberanian masyarakat untuk langsung menyuarakan haknya ke pemerintahan masih belum muncul karena takut atau apatis.
21. Meminta bagian/komisi/fee dari hasil kerjasama dengan pihak ketiga antara lain dalam pengadaan dan/atau penjualan barang dan jasa yang seharusnya masuk ke kas negara/daerah.
22. Menerima pemberian dalam berbagai bentuk, yang patut diketahui pemberian tersebut berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sehingga perbuatan ini dapat dikualifikasi sebagai gratifikasi.


sumber :  WongBanten@yahoogroups.com.

1 komentar:

  1. gmn rakyat mau mencintai bangsanya klo wakil wakil mereka juga tidak mencintai bangsanya!

    BalasHapus